Imperfect; Sebuah Pelajaran untuk Berdamai dengan Ketidaksempurnaan

Menonton film menjadi salah satu alternatif hiburan yang saya gemari. Menikmati adegan, menyelami isi cerita dan memadukan emosi ketika menonton film terasa sangat mengasyikkan, cukup ampuh untuk melepas penat dan lelah. Beberapa hari yang lalu saya baru saja menonton sebuah film karya Ernest Prakasa, Imperfect judulnya. Adakah yang juga sudah menonton? Kabarnya film ini sempat meledak di akhir tahun 2019, dan saya bisa dibilang cukup telat menontonnya. 


Imperfect menyuguhkan kisah yang cukup akrab di sekitar kita, tepatnya tentang isu body shaming yang berakibatkan hilangnya kepercayaan diri seseorang. Cerita di film ini terinspirasi dari sebuah buku yang ditulis oleh Meira Anastasia yang tidak lain adalah istri dari Ernest Prakasa sang produser film. Dalam bukunya tersebut Meira menceritakan pengalaman pribadinya menjadi istri seorang Ernest, tentang komentar pedas dari warganet, dan usahanya untuk tetap bertahan. Untuk mengangkat cerita yang lebih dekat dengan realita, akhirnya Ernest menghadirkan cerita baru dengan pendekatan yang berbeda tapi dengan nilai yang sama, kemudian dipilihlah tema tentang cinta, karir dan  timbangan. 


Film ini bercerita tentang Rara sebagai tokoh utamanya. Seorang perempuan yang mengalami bullying dan body shaming di tempat kerjanya. Pada klimaksnya Rara terancam kehilangan promosi kenaikan posisi hanya karena penampilannya secara fisik dinilai kurang menarik. Konflik ini yang kemudian menjadikan Rara berusaha memenuhi standar cantik yang disyaratkan oleh perusahaan. Di sisi lain ada Lulu adik Rara yang memiliki bentuk fisik yang disebut-sebut cantik seperti model, ternyata dia pun masih saja mengalami body shaming di media sosial. Dan pada puncak kekesalannya adalah kekasihnya juga tidak mampu menerima dirinya secara natural, selalu saja memberikan tuntutan untuk selalu tampil cantik dengan sekian syarat. 


Walaupun isu yang diangkat cukup berat, Ernest dengan ciri khasnya selalu mampu mengemasnya dalam bingkai cerita yang mudah untuk dipahami. Terlebih dengan adanya keterlibatan dari beberapa aktor komika dalam film ini menjadikan ceritanya semakin asyik untuk dinikmati. 


Satu hal lagi yang menurut saya keren dalam film ini, pesan yang ingin disampaikan sangat jelas dimunculkan pada lagu OST nya. Sebuah lagu yang ditulis dan dinyanyikan oleh Fiersa Besari dengan judul Peluk untuk Pelik. Dalam lirik lagu ini, Fiersa menjelaskan dengan gamblang pesan dari film ini dan tentunya dengan alunan nada yang indah. 


"Kadang kala tak mengapa, untuk tak baik-baik saja. Kita hanyalah manusia, wajar bila tak sempurna." Cuplikan lirik dari lagu Peluk untuk Pelik yang menurut saya memiliki makna yang sangat dalam. Fiersa sedang menanamkan pesan pada para pendengarnya untuk belajar berdamai dengan kekurangan yang ada dalam diri. Sekaligus memberikan peringatan untuk tidak menuntut kesempurnaan dari orang lain. 


"Kita perlu kecewa. Untuk tahu bahagia. Bukankah luka menjadikan kita saling menguatkan" Potongan lirik lain yang di dalamnya Fiersa sedang berpesan agar kita tidak mudah menyerah. Dan dalam film ini, Rara berhasil memberikan fisualisasi yang manis tentang perjalanannya berdamai dengan lukanya kemudian muncul menjadi pribadi yang lebih kuat dan mengagumkan.


Sebagai penutup, film ini saya rekomendasikan untuk siapapun yang belum menontonnya. Kita mungkin akan memiliki interpretasi yang berbeda, tapi nilai dari film ini sayang untuk dilewatkan. Pelajaran sederhana untuk kita, body shaming terkadang terlihat sepela tapi kita tidak tahu jika lukanya bisa membunuh kepercayaan diri seseorang. Mari bersama-sama menghormati, menghargai dan terus memberikan penerimaan pada siapapun tanpa menghakimi perbedaan kondisi fisik kita.

Komentar

  1. Aaa. Keren banget Mbak. Saya belum nonton filmnya tapi. Pengin banget nonton. Dan Bang Fiersa, saya penggemar beliau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget mbakku, Bung Fiersa itu kalau bikin lagu keren banget.

      Hapus
  2. Terbawa alur cerita filemnya kak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Leres Pak, ceritanya dikemas sangat manis dan berkesan.

      Hapus
  3. Nah, ini mencerahkan sekali. Setiap manusia dicipta Tuhan dengan segala keunikannya. Dan tak sepatutnya kita menghakimi dengan dalih apa pun. Menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia, saling kasih, itu yang harusnya dilakukan. Mantap tulisannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haloo Pak Ketua... Selalu keren ini mah komentarnya..

      Hapus
  4. Ernest & Meira itu kalau bikin skenario, simpel tapi ngena,. Film tahun lalu., Cek toko sebelah misal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat. Aku selalu suka filmnya Ernest. Isu yang diangkat dekat dengan kehidupan sehari-hari, tapi frammingnya renyah dan lucu. Emang cerdas dia mah..

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer